![]() |
Muhamad Raziv Barokah, S.H., M.H. - Anggota Kuasa Hukum Denny Indrayana-Difriadi |
hallobanua.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan sengketa hasil Pilkada tahun 2020 dengan agenda pemeriksaan perkara, Senin (1/2/21) di Jakarta.
Salah satu perkara yang disidangkan pada sidang kemarin adalah perkara nomor 124 yakni pemilihan gubernur dan wakil gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) tahun 2020 dengan pemohon yaitu pasangan calon nomor urut 2, Denny Indrayana - Difriadi (H2D), sedangkan pihak termohon adalah KPU Provinsi Kalsel.
Dalam sidang yang digelar secara daring dan luring ini, hadir pula perwakilan tim kuasa hukum dari pihak terkait yaitu pasangan calon nomor urut 1, Sahbirin Noor - Muhidin (BirinMu). Kemudian hadir juga Bawaslu Kalsel yang bertindak sebagai pihak pemberi keterangan.
Lalu, Denny Indrayana yang merupakan prinsipal dalam perkara ini juga hadir secara daring dan bermaksud untuk ikut menyampaikan beberapa hal terkait dengan perkara yang disidangkan.
Namun, Denny yang bermaksud berbicara pada sesi terakhir persidangan justru tidak diberikan waktu berbicara oleh majelis hakim dikarenakan waktu sidang yang sudah habis.
Dikarenakan hal tersebut, kuasa hukum pasangan H2D, Muhamad Raziv Barokah, S.H., M.H. saat dihubungi melalui WhatsApp oleh hallobanua.com (1/2/21) menyatakan kekecewaannya.
"Kami dapat memaklumi keputusan tersebut meski agak sedikit kecewa. Kekecewaan tersebut dikarenakan kami hanya minta waktu 2 menit untuk memberikan tanggapan, tapi kuasa hukum Termohon dan Paslon Petahana langsung ajukan keberatan. Sangat disayangkan, harusnya kalau mereka merasa dalilnya kokoh, tidak akan terusik hanya dengan tanggapan selama 2 menit dari Prof Denny," kata Raziv kepada hallobanua.com
Raziv menjelaskan, Denny meminta waktu 2 menit berbicara tersebut dikarenakan ingin menyampaikan sesuatu yang sederhana, namun substansial.
"Baik KPU, Bawaslu dan Petahana tidak ada yang memberikan jawaban terhadap dalil kami terkait profesionalitas Bawaslu dalam menangani 7 laporan pelanggaran pilkada yang diajukan oleh Prof Denny. Sebagaimana telah kami dalilkan, 6 dari 7 laporan kami yang diregistrasi Bawaslu Kalsel diputus dengan janggal," papar Raziv.
Raziv juga menanggapi pernyataan yang menyatakan bahwa MK tidak berwenang dalam melakukan pemeriksaan pelanggaran dalam Pilkada.
"Alih-alih menjawab dalil kami ini, mereka justru menyatakan MK tidak berwenang memeriksa pelanggaran-pelanggaran petahana, mereka mau mengikat MK hanya sebagai mahkamah kalkulator," lanjutnya.
Padahal menurutnya, MK berhak memeriksa proses penyelenggaraan pemilu jika KPU atau Bawaslu tidak melaksanakan tugasnya dengan baik.
"Padahal, MK telah menyatakan dalam pertimbangan hukum Putusan Nomor I/PHPU.PRES-XII/2019 tentang sengketa Pilpres 2019, jika KPU atau Bawaslu tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, maka MK harus memeriksa proses penyelenggaraan pemilu, tanpa terkecuali pelanggaran2 yang dilakukan oleh Petahana, apalagi sanksinya diskualifkasi," pungkasnya.
Penulis: Akim | Editor: Yayan
0 Komentar