hallobanua.com, Banjarmasin - Permasalahan pampangan atau tumpukan sampah di sungai masih menjadi momok di Kota Banjarmasin.
Apalagi pada pada musim hujan, Sungai Martapura akan dipenuhi oleh sampah yang terdiri dari kayu bambu, hingga ranting-ranting pohon.
Seperti di kawasan Jembatan 9 November atau Jembatan Pasar Lama mauoun di kawasan Jembatan Antasari.
Kabid Sungai Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Banjarmasin, Hizbul Wathony mengatakan, pampangan biasa terjadi di Kota Seribu Sungai pada akhir tahun.
"Kalau berada di penghujung tahun biasanya sampah atau pampangan memenuhi Sungai Martapura. Apalagi kalau di daerah hulu hujannya deras.Masih dua wilayah itu yang bakal dipenuhi pampangan, karena tiang konstruksinya cukup rapat. Sehingga pampangan yang lewat juga kerap tersangkut," ujarnya.
Lalu, bagaimana dengan rencana pemasangan Trash Boom di kawasan perairan Benua Anyar untuk menanggulangi terjadinya pampangan masuk di Sungai Martapura?
Terkait hal itu, Thony mengungkapkan bahwa pemasangan Trash Boom masih menemui beberapa kendala.
Salah satunya ialah pembebasan permukiman warga di wilayah Pengambangan, sebagai jalur alternatif transportasi sungai.
Thony mengatakan, jika Trash Boom dipasang, maka konsekuensinya adalah transportasi sungai seperti jukung dan kelotok atau perahu bermesin, tidak bisa lagi melewati di wilayah perairan tersebut sungai Martapura yang besar.
Selain itu, Thony mengungkapkan, bahwa kontrak kapal sapu-sapu dengan Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan II telah berakhir.
Padahal saat ini, operasional kapal sapu-sapu sangat diperlukan untuk mengatasi pampangan yang masuk ke Sungai Martapura. Mengingat dampaknya yang begitu besar, hingga mengganggu akses transportasi sungai.
"Kami sudah berkomitmen. Balai kontraknya di awal-awal tahun, Pemko di akhir tahun. Awal November ini kita kontrak sewa kapal sapu-sapu. Biayanya sekitar Rp200 juta dari APBD Perubahan," tutupnya.
rian akhmad/ may



0 Komentar