Kalsel Tak Masuk 10 Besar Sertifikasi CHSE, Ini Alasanya!

hallobanua.com, Banjarmasin - Baru-baru ini, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) melakukan evaluasi berbagai program dan capaian kinerja sektor pariwisata dan ekonomi kreatif tahun 2021. 

Kegiatan ini juga dirangkai dengan sinkronisasi program dari masing-masing deputi guna menghasilkan program-program di tahun depan yang kian tepatsasaran, tepat manfaat, dan tepat waktu. 

Namun rupanya tak sedikit destinasi wisata dan usaha yang bergerak di bidang pariwisata telah resmi mengantongi sertifikasi CHSE (Cleanliness, Health, Safety, Environment Sustainability). 

Sertifikasi CHSE adalah proses pemberian sertifikat kepada Usaha Pariwisata, Destinasi Pariwisata, dan Produk Pariwisata lainnya untuk menjaminan kepada wisatawan terhadap pelaksanaan Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan, dan Kelestarian Lingkungan. Ini berjalan sesuai protokol kesehatan dan panduan yang ada dalam pencegahan dan pengendalian Covid-19. 

Dikutip dari laman resmi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, saat ini sudah ada 5.882 usaha pariwisata tersertifikasi yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. 

Adapun 10 besar provinsi dengan jumlah usaha tersertifikasi CHSE terbanyak, yakni : Bali, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepulauan Riau, Sumatra Utara dan Riau. 

Sayangnya,  Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) tidak masuk dalam 10 besar tersebut. Lantas, apakah kendalanya? 
Koordinator Daerah CHSE Kalsel-teng tahun 2020-2021, Joko Supriyanto menjelaskan, alasan Kalsel tak masuk 10 besar CHSE dikarenakan destinasi wisata yang masih sedikit. 

"Jadi untuk pelaku usaha seperti hotel dan tempat makan juga terbatas," ungkapnya saat dihubungi hallobanua.com, Rabu, (29/12/21). 

Meski begitu, ia bersyukur dari beberapa hotel di Kalsel, saat ini khususunya hampir seluruh hotel berbintang di Banjarmasin sudah bersertifikasi CHSE. 

"Mungkin destinasi wisata dan hotel di daerah itu sedikit yang mendapatkan CHSE, namun kalau di Banjarmasin itu sepertinya hampir semua sudah CHSE," katanya. 

Ia tak memungkiri bahwa di Kalsel juga banyak destinasi wisata. Namun kurangnya sosialisasi dari dinas terkait menurutnya membuat Kalsel tak masuk 10 besar Provinsi dengan jumlah usaha terferivikasi CHSE. 

"Memang tahun 2020 kemaren, Dinas Pariwisata itu belum sosialisasi untuk CHSE. Namun di 2021 ini syukur juga kita dibantu Dinas Pariwisata di Banjarmasin untuk melakukan sosialisasi tersebut kepada seluruh pengusaha di Kalsel, khususnya di Banjarmasin," bebernya. 

Ia juga membeberkan, beberapa waktu lalu Kemenparekraft kembali membuka CHSE untuk tahun 2022. Namun, sosialisasi dilakukan via media sosial. 

Hal tersebut tentunya membuat Dinas terkait pun tidak melakukan sosiali lagi untuk para pelaku usaha pariwisata dan destinasi wisata mendapatkan sertifikasi CHSE. 

"Jadi ada beberapa pelaku usaha itu yang tidak tahu kalau program sertifikasinya itu dibuka kembali," ujarnya. 

Joko juga membeberkan alasan Kalsel tak masuk 10 Besar CHSE yakni kuota diberikan Kemenparekraft yang masih sedikit, berbeda dari daerah lain contohnya seperti Bali. 

"Kuota Kalsel itu sekitar 40 an kalau tidak salah. Beda sama Denpasar atau Jakarta yang sampai ribuan. Sedangkan kita sedikit, kenapa? Karena data itu ditarik dari Nomor Induk Berusaha (NIB) atau Nomor Tanda Usaha Pariwisata (TDUP).
 Karena itu syarat utama mendapatkan CHSE," paparnya. 

"Jadi kuota itu ditentukan melihat perizinan itu. Karena datanya tidak masuk database kementrian, jadi memberikan kuotanya hanya sediki," tutupnya 
Menurutnya, jika Kalsel ingin masuk 10 besar CHSE, pemerintah melalui dinas harus optimal menyosialisasikan CHSE tersebut. 

Penulis : rian akhmad/ may

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar

Hallobanua

Follow Instagram Kami Juga Ya