hallobanua.com, BANJARMASIN - Tarian khas pedalaman diiringi alunan musik cepat dari alat musik seperti gendang, knong, gong dan beduk, membuatnya terlihat indah dipandang dimata.
Hal itulah yang diajarkan di Sanggar Tari dan Musik Pedalaman Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito.
Sang pendiri sanggar, Poyanto, atau yang akrab disapa Poyang J.Cko juga tak mau ketinggalan.
Dirinya juga turut menari bersama anak didiknya dengan menggunakan penutup kepala yang unik.
Yaitu dihiasi bulu Burung Haruai atau Kuau Raja atau biasa dikenal dengan Merak Kalimantan.
Rutinitas bermain musik daerah, hingga menari biasa dilakoni mereka di halaman rumah sang pendiri di kawasan Sungai Andai, Jl. Daun Salam, Kecamatan Banjarmasin Timur.
"Kita latihan di sanggar ini, seperti biasa itu diakhir pekan. Kita latihan bermusik dan menari," ungkap Poyang saat ditemui hallobanua.com
Meski demikian, suasana latihan sungguh sangat hidup. Bahkan, bisa dikatakan menjadi hiburan tersendiri bagi warga sekitar.
"Kami hanya ingin menghidupkan kembali, seni budaya pedalaman khas Kalimantan, bang," ucapnya.
Sepintas, susunan nada cepat yang dibawakan anak didiknya itu dikenal dengan sebutan Seluang Mudik.
Konon, diambil dari prilaku ikan seluang yang berenang cepat. Poyang pun tampak sangat energik, menari hingga mengajarkan musik untuk anak didiknya yang terdiri dari pelajar SMP hingga SMA itu.
Lelaki kelahiran Juni 93 itu mengaku lebih menyukai seni tari dan musik pedalaman sejak ia duduk di bangku kuliah.
Menurutnya, musik dan tarian pedalaman, seakan memiliki karakter tersendiri, bahkan melekat dengan keseharian atau di kehidupan masyarakat, khususnya suku Dayak di pedalaman Kalimantan.
Poyang lebih mengkonsentrasikan pada musik dan kesenian khususnya tarian pedalaman Kalimantan.
Lebih spesifik, seni tari dan musik yang diadopsi oleh Poyang, yang menggambarkan kawasan pinggir Sungai Barito.
"Makanya, saya mengambil nama DAS Barito," ujarnya
Poyang tak menampik jika ada kesulitan saat membawa musik hingga tarian pedalaman Kalimantan ke kawasan perkotaan. Ia mengaku saat itu penuh perjuangan atau pengorbanan.
Ia bilang, di Kalimantan Selatan, khususnya, ada perbedaan yang mencolok dalam hal kostum hingga aksesori khas Suku Dayak yang kerap dikenakannya.
Poyang, kerap memakai aksesori berupa bulu Merak Kalimantan itu. Sedangkan suku Dayak di kawasan Pegunungan Meratus khususnya di Kalimantan Selatan, tak begitu familiar dengan hal itu.
Meski begitu, tak pernah membuatnya gentar. Malah, ia pun tergerak untuk melalukukan riset dan menemui narasumber dari daerah satu hingga daerah lainnya.
"Saya lakukan riset bertahun-tahun, dan akhirnya dapat titik temu. Bahwa akar kesenian yang hingga kini dilakoni, semuanya bertemu di satu titik. Yakni ini adalah bagian dari seni tradisi atau budaya pedalaman Kalimantan," ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, keberadaan sanggar DAS Barito kian diperhitungkan. Bahkan, tak satu atau dua kali, diundang untuk mengisi berbagai pertunjukan.
"Alhamdulillah, setelah perjalanan panjang, saya rasa kami kini hanya tinggal menyemai apa yang kami tanam," ungkapnya sambil tersenyum.
Sementara itu, Rosita Sari, salah seorang anak didik poyang mengaku, keinginananya belajar di Sanggar DAS Barito, tak lain hanya karena ketertarikannya dengan seni tradisi atau budaya pedalaman.
"Unik dan mengasyikan," ucap siswi SMAN 11 Banjarmasin itu.
Gadis 16 tahun itu mengaku tak ingin seni tradisi pedalaman seperti apa yang diajarkan gurunya itu hilang ditelan perkembangan zaman.
"Saya hanya bisa berharap, akan banyak orang-orang yang menyukai dan menggeluti seni tradisi atau budaya daerah sendiri," pungkasnya.
Penulis : rian akhmad/ may
Bjm
0 Komentar